Pemerintahan Pangeran MbS menjatuhkan bui 30 tahun penjara kepada Pangeran Abdullah bin Faisal Al Saud. (OSCAR DEL POZO / AFP)
arsipsumut.com
Pemerintahan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) disebut menjatuhkan hukuman penjara 30 tahun terhadap Pangeran Abdullah bin Faisal Al Saud pada Agustus lalu.
Mulanya, Pengadilan Arab Saudi memvonis Abdullah 20 tahun bui, tetapi beberapa bulan lalu hukuman tersebut bertambah sepuluh tahun menjadi 30 tahun bui.
Salah satu sumber kerajaan mengungkapkan bahwa pihak berwenang Saudi menangkap Abdullah karena ketahuan membahas penahanan sepupunya, yang juga seorang pangeran, dengan kerabat dia via telepon. Ketika itu, ia masih berada di Amerika Serikat.
Pada 2020 lalu, tiba-tiba Saudi meminta Abdullah pulang ke kampung halaman. Ia diminta belajar jarak jauh selama pandemi.
Beberapa media menyebut percakapan itu terekam badan intelijen Saudi.
Amnesty International menduga Saudi menggunakan spyware buatan Israel, Pegasus, untuk memata-matai keluarga kerajaan maupun warga Saudi yang berada di negara lain.
Sejumlah pihak ramai-ramai menyebut kerajaan melanggar kebebasan individu warga negaranya.
Penangkapan Abdullah mencuat usai Associated Press merilis laporan investigasi yang berisi dokumen pengadilan Saudi.
Dalam dokumen itu, Saudi menuduh Abdullah menggunakan aplikasi Signal untuk berbicara dengan ibu dan sejumlah kerabat untuk membahas penahanan sepupunya.
Abdullah juga dituduh pernah menggunakan telepon umum di Boston untuk berbicara dengan pengacara soal kasus penangkapan sepupunya. Ia juga diduga mengirim uang US$9 ribu atau sekitar Rp141 juta guna membayar tagihan sepupunya di Paris.
Sejak MbS menjadi pemimpin de facto Saudi, terjadi banyak penangkapan termasuk kepada anggota keluarga, ulama, dan para aktivis.
MbS tak ingin kebijakan yang dirilis diganggu, sehingga ia tak segan menahan atau bakal menjebloskan siapa saka ke penjara.
Menanggapi banyak penangkapan di era MbS sejumlah lembaga pemantau hak asasi manusia mengecam tindakan itu.
Salah satunya dari Freedom House. Mereka menyatakan Saudi menargetkan pengkritik di 14 negara, termasuk di AS.
Tujuan mereka untuk memata-matai mengintimidasi atau memaksa warga Saudi kembali ke kerajaan.
"Ini mengganggu, menakutkan, dan ini merupakan pelanggaran besar terhadap kebebasan bicara yang dilindungi," demikian menurut Freedom House.
Namun, Kedutaan Besar Arab Saudi di Amerika Serikat membantah tudingan mereka menargetkan dan memata-matai warga negaranya.
"Ide bahwa pemerintah Saudi atau lembaganya melecehkan warga negara sendiri di luar negeri tak masuk akal," demikian menurut Kedubes Saudi, seperti dikutip Associated Press, awal November lalu.
Sebaliknya, misi diplomatik Saudi di luar negeri, katanya, menyediakan beragam layanan.
"Termasuk bantuan medis dan hukum, kepada setiap warga negara yang meminta bantuan saat bepergian ke luar kerajaan," lanjut pernyataan itu.