Militer Iran mengancam timnas negara itu usai para pemain tak mau menyanyikan lagu kebangsaan saat laga pembuka Piala Dunia Qatar 2022 pada pekan lalu. (Reuters/WANA News Agency)
arsipsumut.com
Militer Iran mengancam tim nasional negara itu usai para pemain tak mau menyanyikan lagu kebangsaan saat pertandingan pembuka di Piala Dunia Qatar 2022 pada pekan lalu.
Seorang sumber mengatakan bahwa ancaman itu terlontar ketika para pemain timnas dipanggil untuk hadir dalam pertemuan khusus dengan sayap elite militer, Garda Revolusi Iran (IRGC)
Dalam pertemuan itu, para pemain diberi ultimatum bahwa keluarga mereka bakal dipenjara atau disiksa jika timnas tak "jaga sikap" menjelang laga melawan Amerika Serikat pada hari ini, Selasa (29/11).
Ancaman ini berlaku jika para pemain timnas menolak menyanyikan lagu kebangsaan, atau ikut-ikutan dalam protes politik melawan rezim Teheran dengan cara lainnya.
Pelatih asal Portugal untuk timnas Iran, Carloz Queiroz, juga sudah bertemu secara terpisah dengan IRGC menyusul ancaman terhadap pemain Iran dan keluarganya.
Tak diketahui isi pembicaraan Queiroz dengan IRGC selama pertemuan tersebut. Queiroz hanya mengatakan para pemain bisa melakukan protes di Piala Dunia, tapi terbatas soal peraturan FIFA saja.
Para pemain timnas sendiri sempat menolak menyanyikan lagu kebangsaan di laga lanjutan setelah pembuka pada pekan lalu. Namun pada Jumat lalu, mereka akhirnya menyanyikan lagu kebangsaan dalam laga melawan Wales.
Iran memang terus memantau gerak-gerik timnas selama Piala Dunia. IRGC bahkan disebut mengirimkan personel untuk menyusup di antara para suporter guna mengawasi pemain dari dekat.
"Dalam pertandingan terakhir melawan Wales, rezim mengirim lebih dari ratusan 'orang' untuk memberi dukungan dan bantuan palsu di antara para penggemar," tutur sumber itu, seperti dikutip CNN.
"Untuk pertandingan berikutnya melawan AS, rezim berencana secara signifikan menambah jumlah aktor tersebut menjadi ribuan."
Laga Iran di Piala Dunia kali ini memang di bawah bayang-bayang gejolak politik Teheran. Selama beberapa bulan terakhir, Iran diguncang protes yang disebut paling besar sejak rezim berkuasa.
Protes itu dipicu kematian Mahsa Amini, seorang perempuan usia 22 tahun yang meninggal setelah ditahan oleh polisi moral Iran, diduga karena tidak mematuhi aturan berpakaian tertutup.
Pasukan keamanan Iran membantah melakukan kekerasan terhadap Amini. Warga tak percaya dan tetap menggelar aksi besar-besaran, yang kerap berakhir ricuh karena bentrok dengan aparat.
Komisaris Tinggi PBB untuk Kepala Hak Asasi Manusia, Volker Turk, mengatakan Iran sedang berada dalam "krisis hak asasi manusia penuh" lantaran pihak berwenang menekan para pembangkang anti-rezim.
Banyak pihak internasional mendukung demonstrasi ini. Pada Minggu, Federasi Sepak Bola AS bahkan mengubah bendera Iran di media sosial mereka untuk mendukung para pengunjuk rasa di Iran.
Federasi itu selama beberapa waktu menampilkan bendera nasional Iran di akun Twitter, Instagram, dan Facebook resminya tanpa lambang Republik Islam.
Grafik klasemen Grup B Piala Dunia yang diunggah pada Sabtu juga menampilkan bendera Iran dengan hanya warna hijau, putih, dan merah. Namun, unggahan itu kini sudah dihapus.