Ada Hujan Berlian di Uranus dan Neptunus (Foto: Greg Stewart/SLAC National Accelerator Laboratory))
arsipsumut.com
Raksasa es Uranus dan Neptunus tidak mendapatkan cukup tekanan. Karena, semua perhatian tertuju pada saudara mereka yang lebih besar, Jupiter dan Saturnus.
Sepintas, Uranus dan Neptunus hanya bola molekul yang tidak menarik. Tapi, bersembunyi di bawah lapisan luar dunia, mungkin ada sesuatu yang spektakuler yakni hujan berlian yang terus-menerus, sebagaimana dikutip dari Space.
Raksasa es mungkin menyulap citra makhluk mirip Tolkien, tapi itu adalah nama yang digunakan para astronom untuk mengkategorikan planet terluar tata surya, Uranus dan Neptunus. Namun, yang membingungkan namanya tidak ada hubungannya dengan es dalam arti yang bisa dikenali.
Dibandingkan dengan Jupiter dan Saturnus, perbedaan Uranus dan Neptunus berasal dari apa planet-planet ini dibuat. Raksasa gas dari sistem, Jupiter dan Saturnus hampir seluruhnya terbuat dari gas, hidrogen dan helium. Melalui pertambahan cepat elemen-elemen itulah planet besar berhasil membengkak ke ukurannya saat ini.
Sebaliknya, Uranus dan Neptunus sebagian besar terdiri atas air, amonia, dan metana. Para astronom biasanya menyebut molekul-molekul es, tapi sebenarnya tidak ada alasan tepat untuk itu, kecuali saat planet-planet pertama kali terbentuk, unsur itu kemungkinan besar dalam bentuk padat.
Hujan Berlian
Ide hujan berlian pertama kali diajukan sebelum misi Voyager 2 yang diluncurkan pada 1977. Alasannya cukup sederhana, kita tahu Uranus dan Neptunus terbuat dari apa dan diketahui benda semakin panas dan padat semakin dalam ke planet yang dituju.
Pemodelan matematis membantu mengisi rinciannya seperti daerah terdalam dari mantel planet-planet itu kemungkinan memiliki suhu sekitar 7.000 kelvin dan tekanan 6 juta kali lipat dari atmosfer Bumi. Model yang sama memberitahu lapisan terluar mantel agak lebih dingin dan kurang bertekanan.
Lantas apa yang terjadi pada air, amonia, dan metana pada suhu dan tekanan seperti itu? Dengan metana khususnya, tekanan kuat dapat memecah molekul, melepaskan karbon. Karbon kemudian menemukan saudara-saudaranya membentuk rantai panjang.
Rantai panjang kemudian meremas bersama untuk membentuk pola kristal seperti berlian. Formasi berlian padat kemudian jatuh melalui lapisan mantel sampai menjadi terlalu panas, di mana mereka menguap dan mengapung kembali serta mengulangi siklus, maka lahirlah istilah hujan berlian.