Sri Lanka Minta Bantuan China Pulih dari Krisis Ekonomi

Sri Lanka Minta Bantuan China Pulih dari Krisis Ekonomi
Dinesh Gunawardena dilantik sebagai Perdana Menteri baru di hadapan Presiden Ranil Wickremesinghe, di tengah krisis ekonomi negara itu, di Kolombo, Sri Lanka 22 Juli 2022. REUTERS/Stringer

arsipsumut.com

Sri Lanka meminta bantuan China untuk memulihkan perekonomian yang sedang dilanda krisis. Dalam pertemuan dengan China, Duta Besar Palitha Kohona meminta China membantu perdagangan, investasi dan pariwisata di Sri Lanka. 

Kedua negara sedang merundingkan paket bantuan darurat senilai US$ 4 miliar untuk membantu Sri Lanka keluar dari krisis ekonomi. Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu menderita krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan tahun 1948 setelah kehabisan cadangan devisa. Para pengunjuk rasa yang marah karena kekurangan bahan bakar, makanan dan obat-obatan menggulingkan keluarga penguasa Rajapaksa.

Penekanan Duta Besar Palitha Kohona pada China sebagai kunci pemulihan ekonomi Sri Lanka,  mencerminkan status Beijing sebagai salah satu dari dua kreditur asing terbesar Sri Lanka. Selain China, Jepang merupakan kreditur kakap lainnya. China juga memegang sekitar 10 persen dari utang luar negeri Sri Lanka.

Kohona mengatakan Kolombo ingin perusahaan-perusahaan China membeli lebih banyak teh hitam dari Sri Lanka, safir, rempah-rempah dan pakaian. Aturan impor China juga diminta lebih transparan dan lebih mudah dinavigasi.

Dia mengatakan Beijing dapat membantu dengan mengucurkan investasi lebih lanjut ke proyek pelabuhan besar yang didukung China di Kolombo dan Hambantota. Rencana investasi besar China belum terwujud karena pandemi Covid-19.

Selain itu, Sri Lanka ingin lebih banyak turis Tiongkok datang ke negaranya. Jumlah turis China anjlok dari 265.000 pada 2018 menjadi hampir nol setelah serangan bunuh diri pada 2019 dan pandemi Covid-19.

Kohona mengatakan Presiden baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe memiliki rencana mengunjungi China untuk membahas kerja sama dalam berbagai hal termasuk perdagangan, investasi dan pariwisata. 

Wickremesinghe tidak asing dengan Cina. Foto dia berjabat tangan dengan Presiden Xi Jinping saat mengunjungi Beijing pada 2016 dipajang di kantor Kedutaan Besar Sri Lanka di China. 

Kohona berharap tidak ada perubahan mendasar dalam kebijakan pemerintah baru terhadap China. Dia memahami China merasa sulit bertindak cepat membantu Sri Lanka. Sebabnya sebagai kreditur global utama, China juga membantu negara lain yang kesulitan keuangan. "Mungkin jika hanya Sri Lanka, maka pengambilan keputusan akan jauh lebih mudah."

Selama beberapa bulan Sri Lanka telah melakukan pembicaraan di China untuk paket bantuan senilai US$4 miliar, yang terdiri dari pinjaman sebesar US$1 miliar untuk membayar jumlah utang Tiongkok yang jatuh tempo tahun ini.

Sri Lanka juga meminta batas kredit US$ 1,5 miliar untuk membayar impor China. Kohona mengatakan impor ini terutama merupakan input yang dibutuhkan oleh industri garmen yang menguntungkan negaranya seperti kancing dan ritsleting. Sri Lanka berharap dapat membujuk China untuk mengaktifkan pertukaran mata uang bilateral senilai US$ 1,5 miliar.

Kohona mengatakan diskusi tentang bantuan keuangan dengan China masih berlangsung. Namun belum ada rencana pertemuan berikutnya.

Kementerian luar negeri China mengatakan bulan ini bahwa Beijing bersedia bekerja dengan negara lain dan lembaga keuangan internasional untuk membantu Sri Lanka. Selain bantuan keuangan, Sri Lanka juga berharap China dapat membantu menyuplai bahan bakar, pupuk, dan pasokan lain yang sangat dibutuhkan.

China menjanjikan 500 juta yuan setara US$ 74,09 juta bantuan darurat untuk Sri Lanka pada bulan April dan Mei. "Kami membutuhkan lebih banyak lagi," kata Kohona.
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال